Minggu, 06 Oktober 2013

Faktor dan prinsip yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Faktor dan prinsip yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

1.      Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik,  juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

2.      Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
a.    Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
b.    Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
c.    Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni:
1)     Menerima  kesan
2)    Menyimpan kesan
3)    Memproduksi kesan
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
d.    Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
e.    Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat self competition, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.



Prinsip-prinsip belajar
Setiap manusia adalah pribadi yang unik, dalam proses pembelajaran mereka memiliki cara belajar, cara memproses informasi, intensitas belajar, hasil belajar dan sebagainya yang berbeda dengan yang lainnya. Selain memiliki beberapa perbedaan individual, individu yang satu dengan individu yang lain juga memiliki persamaan-persamaan yang bersifat umum.
Muncul banyak teori yang bertolak dari hal-hal yang bersifat umum ini.Hal ini mengarahkan pada prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip dalam belajar (Gagne &Briggs, 1978; Davis, 1987; Dimyani & Mudjiono, 1994; Iskandar, dkk, 1995) sebagai berikut :
a.  Prinsip Sadar Tujuan
Pembelajaran hendaknya berusaha menyadari dan memperjelas tujuan belajarnya dan guru penting untuk mengkomunikasikan tujuan pembelajaran. Tinggi kesadaran dan kejelasan tujuan belajar, akan mengakibatkan tingginya efektifitas dan efisiensi proses dalam hasil belajar.
b.  Prinsip Perhatian, minat, dan motivasi
Perhatian dapat menimbulkan minat, begitu juga sebaliknya.Minat dan perhatian, juga dapat menimbulkan motivasi, dan begitu juga sebaliknya.
c.   Prinsip Kesiapan
Hukum kesiapan ( Law of  Readiness ) oleh Thorndike menyatakanbelajar akan lebih berhasil jika siswa atau mahasiswa dalam keadaan siap, karena dalam keadaan tersebut kegiatan belajar akan berjalan secara serius.
Aspek dari kesiapan antara lain kesiapan mental, kesiapan pengetahuan terkait(materi persyaratan) kesiapan bahan, dan kesiapan instrument (alat dan bahan)
d.  Prinsip Latihan
Hukum latihan (Law of Exercise) oleh Thorndike. Prinsip ini  juga disebut prinsip pengulangan (repetition) oleh Gagne ( Gagne dan Briggs, 1978). Prinsip pengulangan menjelaskan semakin banyak frekuensi latihan semakin baik hasil belajar.Gagne dan Briggs (1978) menyatakan situasi stimulus dan responnya perlu diulangi dalam belajar untuk memperbaiki dan memahami pelajaran tertentu.
e.  Prinsip Aktivitas
Contohnya CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ), menghendaki pembelajaran yang bergantung tingkat keaktifan siswa dimana keaktifan ini tidak terbatas pada keaktifan secara fisik tetapi juga keaktifan mental emosional dan intelegensi sehingga dapat dikatakan keaktifan siswa merupakan “primus motor” dalam kegiatan belajar maupun pembelajaran.
f.   Prinsip Keterlibatan Langsung
Keterlibatan langsung (mengalami yang sebenarnya) dalam proses pembelajaran memberikan banyak manfaat bagi siswa. Dengan mengalami sendiri (pengamatan langsung), mengamati sendiri, mencoba sendiri, mempraktekan sendiri akan membuat belajar menjadi lebih bermakna dan pengetahuan yang diperoleh akan dapat bertahan lebih lama dalam memori. Dalam belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung, tetapi ia juga menghayatinya dan bertanggung jawabterhadap hasilnya.
g.  Prinsip Tantangan
Menyatakan bahwa untuk memotivasi siswa dalam belajar maka bahan ajar haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga menantang siswa karena tantangan tersebut membuat siswa bergairah untuk mengatasinya.Dalam kegiatan belajar, siswa akan menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Tantangan yang muncul ini akan membuat siswa semakin termotivasi dalam belajar.
h.  Prinsip Balikan dan Penguatan
Kepastian mengenai hasil belajar merupakan penguat atau reinforer bagi dirinya misalnya hasil yang baik merupakan balikan menyenangkan dan berpengaruh positif terhadap kegiatan selanjutnya. Namun, tidak berarti hasil jelek berdampak negative bagi usaha belajar
i.   Prinsip Perbedaan Individual
Siswa merupakan individu yang unik karena memiliki perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal. Kesadaran akan perbedaan individu ini akan membuat siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajarnya sendiri. Mursel (1975) menggolongkan perbedaan individu menjadi 2 jenis, yaitu :
1.     Perbedaan kuantitatif
Perbedaan kuantitatif adalah perbedaan yang dapat dnyatakan dalam bentuk suatu skala perbandingan dan dapat dibandingkan secara kuantitatif. Misalnya perbedaan intelegensi, perbedaan tinggi badan dan lainnya.
2.    Perbedaan kualitatif
Perbedaan kualitatif adalah perbedaan dalam bidang potensi atau kemampuan. Misalnya ada seorang siswa yang pandai di bidang seni, siswa yang pandai di bidang olah raga maupun siswa yang pandai di bidang lainnya; sehingga tidak dapat dibandingkan dalam satu skala dimensi. Perbedaan ini mencangkup perbedaan cara, usaha, ketekunan, kelincahan dan penampilan.


0 komentar:

Posting Komentar