Faktor dan prinsip yang Mempengaruhi
Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai
motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka
pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil
belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian,
masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1.
Faktor
Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini
mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental
dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut
menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik.
Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material
pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik, juga melakukan gradasi material pembelajaran
dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang
meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian.
Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar pada pagi hari selalu memberikan hasil yang
lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk
pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil
belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk
dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras
(hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti
perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan
sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami
dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi
efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek
didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan
kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang
segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2.
Faktor
Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan
masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk
perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir
sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian,
pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
a.
Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa
subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik
hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang
menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi
sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan
material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan
material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti
bermain peran (role
playing),
debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti
ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian
yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang
muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti
kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping
rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa
perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif
dari pada perhatian yang disengaja.
b.
Pengamatan
Pengamatan adalah cara
pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan,
pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh
dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting
artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan
proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas
pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara
unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam
proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya
dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh
subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik
perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material
pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan
pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan,
chart, rekaman, slide dan sebagainya.
c.
Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek
yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni:
1) Menerima kesan
2) Menyimpan kesan
3) Memproduksi kesan
Mungkin karena fungsi-fungsi
inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat
sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu
mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran,
kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik
pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan
penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek
didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan
“titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk
material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu.
Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d
(dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah
kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya
pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada
siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan
belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya
sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif
lama.
Untuk mencapai proporsi yang
memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus
mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga
memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material
pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui
pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni
pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak
kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah
dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu
subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek
didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material
pembelajaran yang telah diberikan.
d.
Berfikir
Definisi yang paling umum dari
berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri
(ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini
berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi
yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis
dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan
pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia
alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan
sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika
demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan
kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki
kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu
material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk
berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada
pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan
mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran
seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk
merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
e.
Motif
Motif adalah keadaan dalam diri
subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu.
Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila
seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering
disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri
subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek
didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang
sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif
intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam
keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu
menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun
kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang
atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor
suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga
dihadirkan melalui siasat “self competition”,
yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini,
setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat
grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya
tidak berada di bawah prestasi orang lain.
Prinsip-prinsip belajar
Setiap manusia adalah pribadi yang unik, dalam proses pembelajaran
mereka memiliki cara belajar, cara memproses informasi, intensitas belajar,
hasil belajar dan sebagainya yang berbeda dengan yang lainnya. Selain memiliki
beberapa perbedaan individual, individu yang satu dengan individu yang lain
juga memiliki persamaan-persamaan yang bersifat umum.
Muncul banyak teori yang bertolak dari hal-hal yang bersifat
umum ini.Hal ini mengarahkan pada prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip
dalam belajar (Gagne &Briggs, 1978; Davis, 1987; Dimyani & Mudjiono,
1994; Iskandar, dkk, 1995) sebagai berikut :
a. Prinsip Sadar Tujuan
Pembelajaran hendaknya berusaha menyadari dan memperjelas
tujuan belajarnya dan guru penting untuk mengkomunikasikan tujuan pembelajaran.
Tinggi kesadaran dan kejelasan tujuan belajar, akan mengakibatkan tingginya efektifitas
dan efisiensi proses dalam hasil belajar.
b. Prinsip Perhatian, minat, dan motivasi
Perhatian dapat menimbulkan minat, begitu juga
sebaliknya.Minat dan perhatian, juga dapat menimbulkan motivasi, dan begitu
juga sebaliknya.
c. Prinsip Kesiapan
Hukum kesiapan ( Law of Readiness ) oleh Thorndike menyatakanbelajar akan
lebih berhasil jika siswa atau mahasiswa dalam keadaan siap, karena dalam
keadaan tersebut kegiatan belajar akan berjalan secara serius.
Aspek
dari kesiapan antara lain kesiapan mental, kesiapan pengetahuan terkait(materi
persyaratan) kesiapan bahan, dan kesiapan instrument (alat dan bahan)
d. Prinsip Latihan
Hukum latihan (Law of Exercise) oleh Thorndike. Prinsip
ini juga disebut prinsip pengulangan (repetition) oleh Gagne ( Gagne
dan Briggs, 1978). Prinsip pengulangan menjelaskan semakin banyak frekuensi
latihan semakin baik hasil belajar.Gagne dan Briggs (1978) menyatakan situasi
stimulus dan responnya perlu diulangi dalam belajar untuk memperbaiki dan
memahami pelajaran tertentu.
e. Prinsip Aktivitas
Contohnya CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ), menghendaki
pembelajaran yang bergantung tingkat keaktifan siswa dimana keaktifan ini tidak
terbatas pada keaktifan secara fisik tetapi juga keaktifan mental emosional dan
intelegensi sehingga dapat dikatakan keaktifan siswa merupakan “primus motor”
dalam kegiatan belajar maupun pembelajaran.
f. Prinsip Keterlibatan Langsung
Keterlibatan langsung (mengalami yang sebenarnya) dalam
proses pembelajaran memberikan banyak manfaat bagi siswa. Dengan mengalami
sendiri (pengamatan langsung), mengamati sendiri, mencoba sendiri, mempraktekan
sendiri akan membuat belajar menjadi lebih bermakna dan pengetahuan yang
diperoleh akan dapat bertahan lebih lama dalam memori. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung, siswa tidak sekedar mengamati secara langsung, tetapi ia juga
menghayatinya dan bertanggung jawabterhadap hasilnya.
g. Prinsip Tantangan
Menyatakan bahwa untuk memotivasi siswa dalam belajar maka
bahan ajar haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga menantang siswa karena
tantangan tersebut membuat siswa bergairah untuk
mengatasinya.Dalam kegiatan belajar, siswa akan menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan materi yang
diajarkan. Tantangan yang muncul ini akan membuat siswa semakin termotivasi
dalam belajar.
h. Prinsip Balikan dan Penguatan
Kepastian mengenai hasil belajar merupakan penguat atau
reinforer bagi dirinya misalnya hasil yang baik merupakan balikan menyenangkan
dan berpengaruh positif terhadap kegiatan selanjutnya. Namun, tidak berarti
hasil jelek berdampak negative bagi usaha belajar
i.
Prinsip Perbedaan Individual
Siswa merupakan
individu yang unik karena memiliki perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal.
Kesadaran akan perbedaan individu ini akan membuat siswa menentukan cara belajar
dan sasaran belajarnya sendiri. Mursel (1975) menggolongkan perbedaan individu
menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Perbedaan kuantitatif
Perbedaan kuantitatif adalah perbedaan yang dapat
dnyatakan dalam bentuk suatu skala perbandingan dan dapat dibandingkan secara
kuantitatif. Misalnya perbedaan intelegensi, perbedaan tinggi badan dan
lainnya.
2. Perbedaan kualitatif
Perbedaan kualitatif adalah perbedaan dalam bidang potensi atau
kemampuan. Misalnya ada seorang siswa yang pandai di bidang seni, siswa yang
pandai di bidang olah raga maupun siswa yang pandai di bidang lainnya; sehingga
tidak dapat dibandingkan dalam satu skala dimensi. Perbedaan ini mencangkup
perbedaan cara, usaha, ketekunan, kelincahan dan penampilan.
0 komentar:
Posting Komentar