A. Konsep Dasar Aliran Behaviorisme
Aliran behaviorisme merupakan
pendekatan-pendekatan dalam psikologis yang didasarkan atas proporsi (gagasan
awal) bahwa perilaku dapat dipelajari
& dijelaskan secara ilmiah. Aliran ini disebut behaviorisme karena sangat
menekankan kepada perlunya perilaku (behavior) yang dapat diamati. Pembelajaran
behaviorisme bersifat molekular, artinya lebih menekankan kepada elemen-elemen
pembelajaran, memandang kehidupan individu terdiri dari unsur-unsur seperti
halnya molekul. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara Stimulus (S) dengan Respon (R). Menurut teori ini,
dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Secara umum konsep belajar menurut para behavioris dapat
dinyatakan seperti yang dinyatakan oleh DiVesta dan Thompson (1979:11):
Perilaku/pribadi
sebelum belajar (pre-learning)--àPengalaman, praktik, latihan (learning experiences)--àPerilku/pribadi sesudah
belajar (post-learning)
B. Ciri Rumpun Aliran Teori Behaviorisme
1. Mengutamakan
unsur-unsur atau bagian-bagian kecil;
2. Bersifat
mekanistis;
3. Menekankan
peranan lingkungan;
4. Mementingkan
pembentukan respon;
5. Menekankan
pentingnya latihan.
C. Teori –Teori Belajar dalam Aliran
Behaviorisme
Uraian
tentang sejumlah teori belajar berbasis behaviorisme adalah sebagai berikut:
a.
Koneksionisme, Menurut Edward Lee Thorndike
Menurut teori ini tingkah laku
manusia tidak lain merupakan hubungan antara stimulus (perangsang) dengan
respon (jawaban, tanggapan, reaksi), teori ini sering di istilahkan “S-R bond
theory” atau “S-R psychology of learning”. Menurut teori ini belajar adalah
pembentukan S-R sebanyak-banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan S-R
sebanyak-banyaknya, yaitu orang yang sukses dalam belajar. Pembentukan hubungan
S-R dilakukan melalui latihan dan ulangan-ulangan, dengan prinsip trial and
error (coba dan salah). Ciri-ciri pembelajaran trial and error
learning sendiri yaitu (1) ada motif pendorong aktivitas; (2) ada
berbagai respons terhadap situasi; (3) ada eliminasi repon-respon terhadap
situasi; (4) ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya.
Thorndike melakukan percobaan
dengan seekor kucing. Seekor kucing yang kelaparan dimasukan dalam satu kotak
percobaan (problem box) yang merupakan suatu labyrinth, banyak jalan berliku,
menyesatkan dan hanya satu jalan yang benar menuju tujuan. Di ujung problem box,
dimasukan makanan, kucing yang kelaparan itu mencium bau makanan, maka dia akan
berusaha mencapai makanan itu dengan berbagai jalan, seringkali tersesat,
kembali berputar ke semula, atau menemui jalan buntu. Namun, sekali kucing
menemukan jalan ke arah makanan, pada percobaan berikutnya dia akan melalui
jalan yang langsung menuju makanan.
Beberapa hukum belajar yang
dikemukakan Thorndike antara lain:
1.
Law of Readiness (hukum
kesiapan), maknanya suatu kesiapan terjadi berlandaskan asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pendayagunaan suatu pengantar (conduction unit),
unit-unit inilah yang menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Pada implementasinya, belajar akan lebih
berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya.
2.
Law of Exercise (hukum
latihan), hubungan antara S dengan R akan semakin bertambah erat jika sering
dilatih dan akan semakin berkurang bila jarang dilatih. Dengan demikian,
belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan.
3.
Law of Effect (hukum
efek), jika sebuah respon (R), menghasilkan efek yang memuaskan, maka ikatan
antara stimulus (S) dengan respon (R) akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin
tidak memuaskan efek yang dicapai melalui respon, maka semakin lemah pula
ikatan yang terjadi antara S-R. Artinya belajar akan lebih semangat apabila
mengetahui akan mendapatkan hasil yang baik.
Tetapi teori Thorndike ini
mendapatkan revisi. Dimana yang direvisi adalah hukum latihan dan akibat,
karena hukum tersebut tidak sesuai dalam sebuah proses pembelajaran.
b.
Teori Belajar Classical Conditioning, Menurut Ivan Pavlov
Teori
pengkondisian klasik merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme.
Objek eksperimen Pavlov, yaitu seekor anjing. Teori ini dilatarbelakangi oleh
percobaan Pavlov tentang keluarnya air liur anjing. Air liur akan keluar,
apabila anjing melihat atau mencium bau
makanan. Terlebih dahulu Pavlov membunyikan bel sebelum anjing diberi makanan.
Pada percobaan berikutnya begitu mendengar bel, otomatis air liur anjing akan
keluar, walaupun belum melihat makanan, artinya perilaku individu dapat
dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan
suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Kebiasaan makan atau mandi pada
jam tertentu, kebiasaan belajar atau lainnya dapat terbentuk dengan
pengkondisian.
Hukum
belajar yang dikemukakan Pavlov:
1. Law of
Respondent Conditioning (hukum pembiasaan
yang dituntut). Jika dua macam stimulus dihadirkan secara serentak (dengan
salah satunya berfungsi sebagai reinforce) maka refleks dan stimulus lainnya
akan meningkat.
2. Law of
Respondent Extinction (hukum pemusnahan yang
dituntut). Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning
itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan
menurun.
Kemungkinan
proses yang menyertai teori ini ialah (1) proses kepunahan (extinction);
(2) pemulihan spontan (pontaneous recovery); (3) generalisasi; (4)
diskriminasi; (5) conditioning tingkat tinggi (higher order
conditioning).
Penerapan
teori classical conditioning dalam belajar {keterangan: uCS (unconditioned stimulus); uCR (unconditioned
respons); CS (conditioning
stimulus); CR (conditioning
respons)}
Kalau
mata pelajaran termasuk CS, sikap guru termasuk uCS, dan respon siswa termasuk
uCR atau CR, maka akan terjadi hal sebagai berikut :
1. Mata pelajaran Fisika
(CS) + guru yang asik/baik (uCS) siswa mempunyai respon positif (UR), yang
berarti siswa senang pada cara guru mengajar fisika dengan baik. Kalau hal ini
dilakukan berkali-kali, maka akan terjadi : mata pelajaran Fisika (CS) siswa
mempunyai respon positif terhadap mata pelajaran Fisika (CR).
2. Calistung (CS) + guru
otoriter (uCS) respons siswa negatif (UR). Kalau hal ini dilakukan
berkali-kali, maka akan terjadi hal sebagai berikut : mata pelajaran Calistung
(CS) respons siswa terhadap mata pelajaran menggambar negatif (CR).
c. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Hukum
belajar yang dihasilkan dari penyelidikannya adalah Law of Contiguity
atau hukum hubungan. Gabungan stimulus-stimulus yang disertai dengan gerakan,
pada waktu timbul kembali akan cenderung diikuti gerakan yang sama. Guthrie
juga menggunakan variable hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan pada saat yang sama tidak ada
respon lain yang terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang
baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat
sementara. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan antara S dengan R bersifat lebih kuat dan
menetap. Guthrie, berbeda dengan ahli yang lain melihat factor punishment,
hukuman, memegang peran penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan
pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Prinsinya
sendiri adalah sebagai berikut:
Ø Tindakan Gerakan
-
Merupakan perilaku pokok dalam pembelajaran.
-
Pola-pola stimulus yang aktif pada sebuah respon terjadi akan cenderung
menghasilkan respon tersebut jika dimunculkan berulang-ulang.
-
Gerakan (movement) merupakan perilaku spesifik yang dihasilkan dari
kontraksi-kontraksi otot.
-
Tindakan adalah kelompok-kelompok gerakan berskala besar yang
menghasilkan suatu hasil.
-
Contoh : memasukkan bola ke keranjang (sebuah tindakan) dapat dilakukan
dengan berbagai macam gerakan.
-
Pembelajaran kontiguitas bermakna bahwa sebuah perilaku dalam sebuah situasi akan diulang ketika situasi tersebut muncul kembali.
Ø Kekuatan Asosiatif (pemasangan)
-
Perulangan dari sebuah situasi akan menambah gerakan, mengkombinasikan gerakan-gerakan menjadi tindakan, dan membentuk tindakan dalam kondisi lingkungan yang berbeda-beda.
-
Untuk menghasilkan transfer, perilaku-perilaku harus dilatih dalam
situasi-situasi, persis dimana
perilaku-perilaku tersebut akan dibutuhkan seperti di meja belajar dalam kelompok kecil dan di rumah.
Ø Imbalan dan Hukuman
-
Mekanisme pokoknya adalah kontiguitas, atau pemasangan yang tepat pada
waktunya antara stimulus dan respon. Respon tersebut tidak harus memuaskan, pemasangan tanpa akibat-akibat dapat menghasilkan pembelajaran
-
Imbalan dapat membantu mencegah pembatalan pembelajaran karena imbalan mencegah respon-respon baru terasosiasikan dengan tanda-tanda stimulus.
Ø Pembentukan dan Perubahan Kebiasaan
-
Kebiasaan adalah kecenderungan yang dipelajari untuk mengulang
respon-respon yang pernah dibuat (wood
& neal, 2007)
-
Kebiasaan adalah perilaku-perilaku yang dibentuk untuk banyak tanda.
-
Kunci untuk mengubah kebiasaan adalah menemukan tanda-tanda yang memicu
tindakan tersebut dan melatih respon lain terhadap tanda-tanda
-
Terdapat tiga metode untuk mengubah kebiasaan atau menghentikan
kebiasaan yaitu ; ambang batas, keletihan, dan respon yang tidak sesuai
-
Hukuman tidak efektif untuk mengubah kebiasaan
d. Teori Kondisioning Operan, Menurut B.F. (Burrus
Frederick) Skinner
Teori
ini berbeda dengan teori pengondisian klasik dari Pavlov, pada teori Pavlov
yang diberi kondisi adalah stimulus (S)nya, tapi pada teori pengondisian operan
yang diberi kondisi adalah respon (R)nya. Inti dari teori
behaviorisme Skinner adalah pengkondisian operan (conditioning operant) yaitu
sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Menurut Skinner unsur
yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan
hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Hukuman
(punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu
perilaku. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian:
(1) penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding);
(2) penguatan negatif adalah penguatan berdasarkan
prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan
stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Perbedaan antara penguatan
positif dan penguatan negative sendiri adalah dalam penguatan
positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh, sedangkan penguatan negatif ada sesuatu yang dikurangi
atau dihilangkan. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif
meningkatkan probabilitas terjadinya suatu perilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya perilaku. (J.W Santrock, 274).
Beberapa
prinsip belajar yang dikembangkan oleh B.F. Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada
siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang Mengajar.
3. 3. Materi
pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan
aktivitas sendiri.
5. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi
hadiah, dan sebagainya.
Hukum-hukum
belajar yang dihasilkan dari penelitian Skinner dengan objek penelitiannya
tikus dan burung merpati, ialah:
1. Law of
Operant Conditioning, jika timbul perilaku
diiringi dengan stimulus penguat, makan kekuatan perilaku tersebut akan
meningkat.
2. Law of
Operant Extinction, jika timbulnya perilaku
operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan akan
menghilang.
Kelebihan
teori Skinner yaitu pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya.
Hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung
dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan
meminimalkan terjadinya kesalahan. Sedangkan kekurangannya ialah keseringan
respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang
kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan
akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah
kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan
belajar-mengajar. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun
fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk
pada siswa. (Margaret E. B. G. 1994)
D.
Tiga Langkah Pokok menurut Ahli Psikologi
Pendidikan dalam Pembelajaran Berdasarkan Konsep Behaviorisme
1. Tahap akuisisi, tahap perolehan pengetahuan. Dalam
tahap ini siswa belajar tentang informasi baru;
2. Tahap retensi, dalam tahap ini informasi atau
keterampilan baru yang dipelajari dipraktikan sehingga siswa dapat mengingatnya
selama suatu periode tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan
(storage stage), artinya hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa depan;
3. Tahap transfer, kemampuan untuk mengingat kembali
informasi dan menggunakannya dalam situasi baru dengan strategi-strategi
lainnya.
E.
Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti:
1. Tujuan pembelajaran;
2. Sifat materi pelajaran;
3. Karakteristik siswa;
4. Media;
5. Fasilitas pembelajaran yang tersedia.
F.
Metode Teori Behaviorisme
Teori
ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau
pujian.
G.
Kekurangan dan Kelebihan Teori Behaviorisme
Ø Kekurangan
-
Terlalu bergantung
terhadap stimulus yang diberikan
-
Terlalu berfokus pada
pendidik, dan peserta didik bersifat pasif
Ø Kelebihan
0 komentar:
Posting Komentar