Rabu, 20 November 2013

Teori Belajar Konstruktivisme

A.   Pengertian Teori Konstruktivisme
Berasal dari kata “to construct” yang artinya membangun atau menyusun. Menurut Von Glasersfeld (dalam Anggriamurti, 2009) bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
                        
B.    Tujuan Teori Konstruktivisme
a.   Menumbuhkan motivasi siswa bahwa belajar merupakan tanggung jawabnya sendiri;
b.    Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannnya;
c.    Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

C.    Ciri-Ciri Pembelajaran secara Konstruktivisme
a. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
c.    Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
d.    Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
e.    Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

D.   Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
a.    Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri;
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar;
c.   Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar;
d.    Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa;
e.    Mencari dan menilai pendapat siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.

E.    Teori Belajar Konstruktivisme Menurut Ahli
1.     Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau mediator. Tetapi meskipun  sebagai fasilitator dan mediator, guru tetap melakukan evaluasi-evaluasi bagi muridnya. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2.    Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Selain itu, asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Atau dengan kata lain, asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3.    Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
4.  Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.

2.    Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Vygotsky menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu:
a.    Zone of Proximal Development (ZPD)
Merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
b.    Scaffolding
Merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

F.    Hakikat Anak Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme.
Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1.     Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan.
2.    Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa.
3.    Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal.
4.    Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas.
5.    Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

G.    Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran
1.     Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
2.    Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3.    Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik

H.   Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivisme
a.    Kelebihan
ü  Berfikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
ü  Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
ü  Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
ü  Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
ü  Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
b.    Kelemahan
ü  Dapat lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.

0 komentar:

Posting Komentar