A. Pengertian Teori Konstruktivisme
Berasal
dari kata “to construct” yang artinya membangun atau menyusun. Menurut Von
Glasersfeld (dalam Anggriamurti, 2009) bahwa konstruktivisme adalah salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi
seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
B. Tujuan Teori Konstruktivisme
a. Menumbuhkan motivasi siswa bahwa belajar
merupakan tanggung jawabnya sendiri;
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannnya;
c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi
pemikir yang mandiri.
C. Ciri-Ciri Pembelajaran secara Konstruktivisme
a. Memberi peluang kepada murid membina
pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b. Menyokong pembelajaran secara
koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
c. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog
dengan murid & guru.
d. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog
dengan murid & guru.
e. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui
kajian dan eksperimen.
D. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
a. Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri;
b. Pengetahuan tidak
dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar;
c. Guru sekedar
membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar;
d. Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa;
e. Mencari dan
menilai pendapat siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang
paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.
Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat
informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga
kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka
mencapai tingkat penemuan.
E. Teori Belajar Konstruktivisme Menurut Ahli
1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget
yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa
penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran
menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau mediator. Tetapi meskipun sebagai fasilitator dan mediator, guru tetap
melakukan evaluasi-evaluasi bagi muridnya. Piaget
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang
dimilikinya. Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur
kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan
mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai
kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus
berkembang.
2. Asimilasi adalah
proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Selain itu, asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan
dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah
ada. Atau dengan kata
lain, asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap
mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan
skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi. Pengalaman
yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman
luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan
akomodasi.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh
secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan
proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan,
perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan
kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan
ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada
teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk
menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.
2. Teori Belajar Konstruktivisme
Vygotsky
Vygotsky menyatakan
bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan
sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial.
Ada
dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu:
a. Zone of
Proximal Development (ZPD)
Merupakan jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara
mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan
teman sejawat yang lebih mampu.
b. Scaffolding
Merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada
siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar
setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan
bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.
Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan
masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
F. Hakikat Anak
Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Piaget mengemukakan
bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan
melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa
jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan
tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999:
61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak
dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak berkaitan
dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme.
Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222)
mengajukan karakteristik sebagai berikut:
1.
Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan
memiliki tujuan.
2.
Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan
siswa.
3.
Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan
dikonstruksi secara personal.
4.
Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan
melibatkan pengaturan situasi kelas.
5.
Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat
pembelajaran, materi, dan sumber.
Menurut teori belajar
konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran
guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun
struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap
diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
G. Implikasi Konstruktivisme
dalam Pembelajaran
1.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau
anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi,
2.
Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi
yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui
belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik
H. Kelebihan dan Kekurangan
Teori Konstruktivisme
a.
Kelebihan
ü Berfikir: Dalam
proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah,
menjana idea dan membuat keputusan.
ü Faham : Oleh ksrana
murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
ü Ingat : Oleh karana
murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka.
Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi
baru.
ü Kemahiran sosial : Kemahiran
sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina
pengetahuan baru.
ü Seronok : Oleh
kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam
membina pengetahuan baru.
b.
Kelemahan
ü Dapat lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu
mendukung.
0 komentar:
Posting Komentar